TIMES MAGETAN, MAGETAN – Pemerintah Kabupaten Magetan (Pemkab Magetan) melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatatkan pencapaian signifikan dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Berdasarkan data terbaru, angka prevalensi stunting yang pada tahun 2018 mencapai 30,2 persen, kini berhasil ditekan hingga menyentuh angka 10,4 persen pada tahun 2024.
Keberhasilan ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Kabid Yankes) Dinkes Magetan, Retnowati Hadirini, dalam kegiatan Evaluasi Program dan Kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten 2025 di Harmada Joglo, Jumat (19/12/2025).
Retnowati menjelaskan bahwa efektivitas program di lapangan membawa Kabupaten Magetan meraih penghargaan dan insentif fiskal langsung dari pemerintah pusat, beberapa inovasi unggulan yang menjadi motor penggerak adalah program Puspa Hunting di Puskesmas Panekan dan Pantura Asmoro di Puskesmas Sukomoro.
"Puspa Hunting fokus pada perburuan kasus Tuberkulosis (TB), stunting, dan gizi buruk. Sementara Pantura Asmoro menggalakkan budidaya ikan patin tinggi protein sebagai asupan nutrisi bagi masyarakat," ujar Retnowati.
Meski menunjukkan tren positif, tantangan besar masih dihadapi di lapangan. Nutrisionis Penyelia Dinkes Magetan, Dwi Tutut Yanuarti, mengungkapkan bahwa sejak ditetapkan sebagai lokasi fokus nasional oleh Bappenas pada 2021, minat masyarakat mengikuti aksi cegah stunting terus meningkat.
Setiap bulannya, terdapat sekitar 250 hingga 300 balita yang menjalani penanganan, mulai dari pemantauan di Posyandu hingga rujukan ke rumah sakit. Namun, keterbatasan fasilitas kesehatan menjadi kendala utama.
"Saat ini kita hanya memiliki satu rumah sakit rujukan utama, sementara jumlah balita berisiko stunting yang perlu ditangani cukup banyak. Oleh karena itu, pada tahun 2026 kami berencana menggandeng beberapa rumah sakit di wilayah timur dan selatan untuk memperluas akses rujukan," jelas Dwi Tutut.
Dinkes Magetan mengidentifikasi bahwa akar masalah stunting di wilayah tersebut didominasi oleh faktor pola asuh akibat rendahnya pengetahuan keluarga. Ironisnya, banyak ibu yang tidak memaksimalkan penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
"Buku KIA sebenarnya media edukasi yang sangat lengkap dan sudah sesuai rekomendasi Kemenkes, namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh para ibu," tambahnya.
Ke depan, pihaknya juga akan memperkuat advokasi melalui Tim Penggerak PKK untuk menggerakkan masyarakat agar lebih proaktif dalam mempelajari dan menerapkan panduan kesehatan yang ada di Buku KIA demi mencegah lahirnya generasi stunting baru. (*)
| Pewarta | : Aditya Candra |
| Editor | : Ronny Wicaksono |