https://magetan.times.co.id/
Berita

Dari Desa ke Senayan, Cornelis Membawa Suara Rakyat Kalimantan Barat

Selasa, 11 November 2025 - 10:54
Dari Desa ke Senayan, Cornelis Membawa Suara Rakyat Kalimantan Barat Dr. (H.C.) Drs. Cornelis, M.H., anggota Komisi XII DPR RI Dapil Kalimantan Barat.

TIMES MAGETAN, JAKARTA – Dr. (H.C.) Drs. Cornelis, M.H., adalah nama yang tak asing bagi masyarakat Kalimantan Barat. Dikenal sederhana, tegas, dan dekat dengan rakyat, Cornelis menapaki perjalanan panjang dari birokrat desa hingga menjadi anggota Komisi XII DPR RI. Dua periode menjabat Gubernur Kalimantan Barat (2008–2018) membuktikan komitmen Cornelis untuk tanah kelahirannya.

Lahir di Sanggau, 27 Juli 1953, perjalanan Cornelis dimulai dari akar yang sederhana. Ia menyelesaikan pendidikan APDN Pontianak (1978), melanjutkan S1 Administrasi Pemerintahan Daerah di Universitas Brawijaya (1987), dan S2 Ilmu Hukum di Universitas Tanjungpura (2004).

Karier Cornelis dimulai dari PNS desa. Dari sana, ia dipercaya menjadi Bupati Landak (2001–2007), dan kemudian rakyat Kalbar memberi kepercayaan lebih dengan memilihnya sebagai Gubernur selama dua periode berturut-turut. Kini, di Pemilu 2024, Cornelis kembali mencatatkan suara tertinggi PDI Perjuangan di daerah pemilihan Kalbar I. Di Senayan, ia membawa visi besar: memastikan kekayaan sumber daya alam Kalbar benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat.

“Legitimasi politik hanya bisa dijaga bila rakyat benar-benar merasakan manfaat pembangunan,” ujar Cornelis saat ditemui TIMES Indonesia, Senin (10/11/2025).

Pilar Perjuangan: Energi, Lingkungan, dan Keadilan Sosial

Sebagai anggota Komisi XII yang membidangi energi dan sumber daya mineral, Cornelis mengusung tiga pilar perjuangan. Pertama, keadilan fiskal bagi daerah penghasil energi agar memperoleh porsi keuangan yang setara. Kedua, menjaga keberlanjutan lingkungan di tengah derasnya investasi. Ketiga, memastikan hasil investasi memberi kesejahteraan nyata bagi masyarakat lokal.

Cornelis menyoroti ironi di Kalimantan Barat: sebagai penghasil bauksit terbesar nasional, kesejahteraan rakyat masih minim. Baginya, pembangunan tambang tidak boleh mengorbankan lahan pertanian rakyat.

“Jangan sampai petani kita tak bisa lagi menanam karena kerusakan lahan bekas tambang,” tegas Cornelis.

Proyek seperti Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah senilai Rp12,5 triliun, menurut Cornelis, harus memberi dampak langsung pada masyarakat, bukan sekadar menguntungkan pemodal besar.

Pejuang Pemerataan Energi dan Hak Adat

Cornelis juga vokal memperjuangkan akses listrik di desa-desa Kalbar. Masih ada lebih dari 700 desa tanpa listrik PLN, meski rasio elektrifikasi sudah mencapai 94,23%. Baginya, listrik bukan sekadar infrastruktur, melainkan fondasi pemerataan sosial.

“Tanpa listrik, pemerataan pembangunan hanya akan menjadi slogan kosong,” ujarnya tegas.

Sebagai putra Dayak, Cornelis menempatkan masyarakat adat sebagai inti perjuangannya. Ia menolak kebijakan yang mengancam hak ulayat dan menyingkirkan komunitas lokal. Sikap kritisnya terhadap Badan Otorita IKN mencerminkan konsistensi Cornelis dalam memperjuangkan masyarakat adat Kalbar.

“Negara harus hadir melindungi masyarakat adat, bukan justru melemahkan mereka,” katanya.

Sikap politik Cornelis mencerminkan kritis konstruktif terhadap pemerintahan Presiden Prabowo. Ia menegaskan, PDI Perjuangan siap menjadi mitra strategis sekaligus pengimbang kebijakan pemerintah. Bagi Cornelis, parlemen tidak boleh menjadi stempel kekuasaan, tetapi juga bukan penghambat pembangunan.

Cornelis juga menyoroti pentingnya pemerataan program Makan Bergizi Gratis agar manfaatnya benar-benar sampai ke desa-desa terpencil.

Dari Landak untuk Kalimantan Barat

Saat memimpin Kabupaten Landak, Cornelis fokus membangun infrastruktur dasar dan komunikasi. Ia menghadirkan jaringan telekomunikasi hingga pelosok, serta mendirikan Kantor Bupati Landak yang kini menjadi simbol kemajuan daerah.

Sebagai Gubernur Kalbar, Cornelis memprioritaskan pembangunan perbatasan, membuka jalan baru, membangun listrik desa, dan fasilitas kesehatan. Ia dikenal dekat dengan rakyat, bahkan sering tidur di rumah warga pedalaman untuk memahami denyut kehidupan mereka.

“Otonomi daerah seharusnya dimaknai sebagai kesempatan menghadirkan pemerataan, bukan sekadar memindahkan pusat kekuasaan,” tutur Cornelis.

Cornelis bukan sekadar politisi. Ia adalah simbol perlawanan terhadap ketimpangan. Ia berjuang agar kekayaan Kalimantan Barat tidak hanya memperkaya segelintir orang, tetapi seluruh warganya.

Dengan pengalaman panjang dan integritas yang teruji, Cornelis menjadi representasi suara rakyat Kalbar yang konsisten memperjuangkan keadilan sosial, lingkungan lestari, dan hak masyarakat adat. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Magetan just now

Welcome to TIMES Magetan

TIMES Magetan is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.